woensdag 18 maart 2009

Press release LPK'65: DEMI KEBENAARAN DAN KEADILAN USUL AGAR SUHARTO DIBERI AMNESTI HARUS DITOLAK

Press release:

DEMI KEBENARAN DAN KEADILAN
USUL AGAR SUHARTO DIBERI AMNESTI
HARUS DITOLAK

Kejahatan Suharto, penguasa rezim orde baru, begitu bertumpuk-tumpuk sehingga mengakibatkan malapetaka bagi bangsa dan negara Indonesia. Fakta-fakta pelanggaran hukum dan HAM berat mulai dari kasus 1965 sampai kasus-kasus lain (kasus-kasus Tanjung Priok, Jalan Diponegoro, Trisakti, Semanggi, Papua, Aceh dll), tidak bisa disangkal lagi.

Kasus-kasus tersebut adalah menyangkut masalah hukum dan keadilan. Persoalannya apakah hukum di negara Republik Indonesia ini harus ditegakkan atau tidak. Pasal 1 ayat 3 UUD 45 yang menyatakan: "Indonesia adalah negara hukum" harus dilaksanakan atau tidak. Persoalannya, jutaan warga negara Indonesia, korban pelanggaran hukum dan HAM, harus mendapat keadilan atau tidak.
Selama 42 tahun ini belum ada tanda-tanda yang jelas bahwa hukum dan keadilan yang menyangkut kasus-kasus tersebut di atas dijamah secara tuntas oleh “penegak” hukum di Indonesia.

Adanya usul agar Suharto diberi ampun atau diberi amnesty dewasa ini adalah suatu bukti yang tak terbantahkan bahwa pelanggaran hukum dan keadilan yang dilakukan Suharto bersama rezimnya akan di-“legalkan”; sejarah hitam Suharto akan diputihkan melalui amnesty. Terhadap usul ini setiap orang yang peduli akan tegaknya negara hukum di Indonesia harus menolaknya dengan tegas.

Tidak bisa hukum dan keadilan dimanipulasi atas nama rasa iba dan kasihan karena sakitnya Suharto. Harus ditolak juga suatu usul: "Suharto diadili dulu kemudian diampuni", karena ini adalah suatu cara lain memanipulasi hukum dan keadilan. Yang benar adalah kasus hukum (HAM, pidana, perdata) atas Suharto dilaksanakan, kemudian dipikirkan tentang perlu-tidaknya memberi ampun/amnesti. Jadi, bukan otomatis memberi ampun/amnesti kepada Suharto setelah kasusnya diputus di pengadilan.

Apalagi disamping kasus-kasus tersebut di atas, setelah selama 32 tahun memegang kekuasaan Suharto harus bertanggung jawab dalam bidang politik atas pembangunan sistem diktatur militer fasis yang diciptakannya, di mana siapa saja yang berbeda pendapat dengannya telah ia gebug tanpa ampun. Dalam bidang ekonomi Suharto telah menciptakan jalan masuk bagi dominasi kapital monopoli asing yang akhirnya menjarah dan menguras habis semua kekayaan alam Indonesia. Dalam bidang moral Suharto telah menciptakan budaya korupsi dalam masyarakat Indonesia, dari presiden sampai camat dan lurah.

Atas dasar hal-hal tersebut di atas, Lembaga Pembela Korban 1965 (LPK’65) di Negeri Belanda demi kebenaran dan keadilan menyatakan:
1. Menolak tegas usul agar Suharto, mantan presiden RI dan penguasa rezim Orba, diberi amnesti.
2. Kasus HAM, pidana dan perdata Suharto harus dituntaskan di pengadilan.
3. Masalah amnesty adalah masalah yang menyangkut negara dan bangsa, bukan masalah rasa belas kasihan seseorang terhadap Suharto, yang tidak bisa dijadikan dasar untuk menghapuskan nilai-nilai hukum dan keadilan.
4. Kebenaran dan keadilan harus ditegakkan secara konsekwen. Siapa saja tidak boleh melanggarnya dan memanipulasinya di negara hukum Indonesia. Hukum diberlakukan untuk semuanya, termasuk Suharto.

Negeri Belanda, 24 Januari 2008
A/n Lembaga Pembela Korban 1965 (LPK’65):
MD Kartaprawira (Ketua Umum), Suranto Pronowardoyo (Sekretaris I)

Geen opmerkingen:

Een reactie posten