woensdag 18 maart 2009

S.Utomo: Perkara pelanggaran berat HAM Jendral Suharto ......

Perkara pelanggaran berat HAM tidak ada lembaga kedaluwarsa
Jendral Besar Suharto harus di Adili segera dalam perkara :
Pelanggaran HAM Berat tahun 1965 – 1966 dan lainnya
Serta
KKN $ 35 milyar dan trilyunan Rupiah.
Oleh : S. Utomo Ketua Umum DPP LPR KROB.

Sejak Jendral Besar Suharto masuk rumah sakit Pusat Pertamina Jakarta 4 Januari 2008 hingga hari ini, yang hampir satu bulan lamanya orang diramaikan dengan perkara pengadilan Suharto dan pemberiaan maaf padanya. Dalam hal ini masyarakat terpecah menjadi dua kubu yang berbeda dan bertentangan sesuai dengan kenpentingan dan pandangannya.
Keluarga dan kroni serta sementara pendukung Suharto mengatakan, menuntut agar pengadilan terhadap Suharto dihentikan dan memberi maaf pada Suharto karena jasa – jasanya yang besar. Dipihak lain baik pemerintah dalam hal ini presiden SBY ketua MPR Hidayat Nurwahid, Buyung Nasution, penasihat presiden, Hendardi bekas ketua PBHI dan lain-lainnya termasuk korban orde baru, menyatakan Suharto harus diadili.
Lembaga Perjuangan Rehabilitasi korban Rezim Orba (DPP LPRKROB) berpendapat bahwa Jendral Besar Suharto harus diadili dalam perkara:
1. Melakukan pelanggaran berat kemanusiaan pada tahun 1965 – 1966 dan lain – lainnya.
2. KKN nya sehingga merugikan negara $ 35 milyar menurut almarhum Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo , Dekan Fakultas Ekonomi UI, Penasehat Utama Ekonomi Presiden Suharto waktu itu, dan besan Suharto. Ini belum terhitung korupsi trilyunan Rupiah dalam negeri melalui berbagai cara jalan dan kekuasannya.
Kejahatan besar kemanusiaan menurut kaidah hukum kejahatan internasional dan nasional tidak mengenal lembaga kedaluwarsa, walaupun pelakunya sudah meninggal. Pelanggaran / kejahatan tersebut masih bisa diadili secara in abstain in absentia. Bila orang memberi maaf pada seorang tertentu tetapi belum jelas orangnya, kesalahannya, hukumnya dan permintaan maaf orang tersebut, keluarganya bisa menuntut orang yang memberi maaf itu, karena memfitnah orang yang belum tentu membuat kesalahan / kejahatan , kecuali kalau perbuatan memaafkan itu hanya sekedar basa – basi atau sekedar memenuhi tatacara pergaulan manusia saja. Karena itu sangat tepat sikap dan pendirian presiden DR.Susilo Bambang Yudhoyono, ketua MPR DR. Hidayat Nurwahid , DR Buyung Nasution,Hendardi mantan Ketua PBHI dan banyak orang lain.
Adil dan sahnya pemberian maaf apabila Jendral Besar Suharto diadili sekarang juga baik dalam perkara kejahatan besar kemanusiaan maupun KKN nya , dan pemerintah harus merehabilitasi terhadap korban yang puluhan juta rakyat Indonesia .
Ini sesuai dengan Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB, Konvenan Hak Sivil dan Politik, Hak Ekosob PBB yang semua ini sudah menjadi hukum positif Indonesia karena sudah di Ratifikasi oleh pemerintah RI, dan harus di laksanakan oleh pemerintah RI. Bila tidak ini juga merupakan pelanggaran berat bagi pemerintah RI,Cq Presiden RI .

Geen opmerkingen:

Een reactie posten